Sabtu, 18 Desember 2010

171210

Sejak senin lalu, saya mulai merasa lebih beruntung daripada orang-orang di bawah saya.

Saya pikir umur saya berhenti di skala ke-18 dari umur saya sesungguhnya. Beberapa hari sebelumnya tekanan darah saya turun, tetapi saya tidak tahu pada angka berapa. Hanya saja saya tidak merasakan sakit apa-apa. Seperti biasa saya berangkat kuliah.

Tiap hari Senin, pasti ada jam kuliah pertama di lantai 3 di ruang 3.58. Kali itu tidak ada kuliah karena dosen sedang berhalangan hadir. Ruang kelas sudah ramai teman-teman yang sibuk menyelesaikan laporan praktikum Kimia yang harus dikumpulkan sore itu juga. Ada pula yang mencicil mengerjakan laporan praktikum Fisika untuk dikumpulkan keesokkan harinya. Laporanku dipinjam Wahyu, kawan akrab sekelompok praktikum di mana-mana.

Hari itu saya sedang mengalami hari pertama menstruasi. Sakit perut adalah hal yang biasa untuk wanita. Tapi kali itu sakitnya benar-benar tak tertahankan. Sudah sakit perut, badan saya mulai mendingin. Mata saya mulai berkunang-kunang dan mulai gelap. Saya pikir sebaiknya saya tidur sejenak saja. Lalu saya tidur di kursi sambil duduk. Ternyata rasa sakit dan kunang-kunang di mata saya tidak sembuh juga.

Saya sms Nana, sahabat saya yang sedang berada jauh di pojok kelas.

“Na, aku nggak kuat.”

Lalu saya minta diantar pulang ke kos dulu untuk istirahat. Nana segera membereskan laporannya ke dalam tas. Namun, ternyata sakit ini semakin cepat dan mendahului kesigapan teman saya.

Dalam sekejap, sakit perut ini menghilang dan digantikan kepala pusing. Kemudian saya rasakan badan saya memanas dari kaki ke kepala. Jilbab saya rasanya panas. Lalu dalam sekejap lagi rasa dingin menjalar menggantikan panas dari kaki ke kepala lagi. Mata saya berkunang-kunang hebat. Teman saya ribut mengira saya dalam keadaan pucat sekali. Otomatis saya pun panik sendiri tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Saya takut menengok pintu ruang kelas. Saya takut kalau hari yang telah ditentukan untuk saya ternyata tiba hari itu juga. Saya takut semua cerita guru ngaji saya sewaktu kecil terjadi sebenarnya pada hari itu. Saya takut. Saya hanya bisa menunduk dan menunggu rasa sakit ini sembuh.

Badan saya melemas, saya tidak punya daya lagi untuk menggerakkan tubuh saya sendiri. Makin lama, saya makin tidak sadar. Lalu seorang teman saya menggendong saya keluar dari ruangan diikuti teman-teman perempuan yang lain. Akhirnya saya dibawa ke depan lift dan dibaringkan di meja. Karena tangan dan kaki saya terlalu dingin dan kaku, teman saya memegang dan memijat tangan dan kaki saya.

Lalu petugas perlengkapan menyarankan untuk langsung dibawa ke GMC (Gama Medical Centre). Beberapa tangan memegang tubuh saya yang katanya berat itu. Mata saya menutup, tapi saya mendengar orang-orang ribut di sekitar saya. Saya ternyata digendong masuk ke dalam lift dan entahlah.

Saya cukup terpejam dan menahan sakit serta lemas.

Cahyo bilang saya harus sabar. Suaranya terdengar dekat dari kepala saya.

Di GMC saya dibawa ke ruang periksa. Nana menemani saya di dalam bilik. Saya kesakitan menahan sakit perut yang makin menjadi. Saya nggak punya tenaga lagi waktu itu. Beberapa obat dimasukkan ke dalam mulut saya. Saya harus menunggu sampai sakit ini sembuh.

Saking sakitnya, saya tidak bisa tidur untuk sekedar lupa dengan rasa sakit ini. Kalau biasanya, sakit ini segera sembuh setelah saya bangun dari tidur saya. Tapi untuk kali itu tidak. Obatnya lama sekali bereaksi atau karena waktu yang berlalu sangat lambat, saya tidak tahu.

Tahu-tahu saya trtidur dan ketakutan saya menghilang.

Saya belum diperbolehkan pulang karena ternyata tekanan darah saya di angka 70/50. untuk itu saya berbaring lebih lama lagi. Kira-kira satu jam, tensi sya diperiksa lagi hanya naik 80/55. harus naik 20 lagi untuk mencapai normal minimal.

Makan roti Nana, udah. Minum teh anget sudah. Dokter menyuruh Nana membelikan kopi supaya tensi saya cepat naik.

Ketika saya sudah bisa bangun, saya belum diperbolehkan pulang karena tensi saya masih 80. untuk itu harus menunggu sejam lagi untuk dicek.

Saya tidak mau rawat inap. Di samping saya berlalu lalang orang kecelakaan yang membuat saya takut. Saya tidak mau diinfus untuk kedua kalinya. Saya tidak mau. Saya takut.

Terakhir kali dicek setelah minum kopi, tensi saya Cuma naik jadi 90 saja.

Ketika saya pulang ke kos, saya cerita semua hal yang terjadi hari itu ke teman kos saya.

“Nit, kok kamu untung, nggak bablas. Kalo orang tensinya 70 dan semakin ke bawah itu dia cepet buat bablasnya.”

Saya memang akhir-akhir ini banyak tertekan. Dan saya lebih sering merasa sendirian, sendirian buat menghadapi ini. Mbak Kalis berkata “Nduk, Nduk. Pas kowe duwe masalah sing abote koyo ngene kok pas kowe gak duwe pacar.”

Minggu, 21 November 2010




video baru Gamaliel, Audrey, Cantika

ngefans berat sebelum kalian terkenal kayak sekarang...

Kamis, 11 November 2010

love this


Rabu, 10 November 2010

Sepasang Mata Bola




Hampir malam di Jogya
Ketika keretaku tiba
Remang remang cuaca
Terkejut aku tiba tiba

Dua mata memandang
Seakan akan dia berkata
Lindungi aku pahlawan
Dari pada sang angkara murka

Sepasang mata bola
Dari balik jendela
Datang dari Jakarta
Menuju medan perwira

Kagumku melihatnya
Sinar sang perwira rela
Hati telah terpikat
Semoga kita kelak berjumpa pula

Sepasang mata bola
Seolah-olah berkata
Pergilah pahlawanku
Jangan bimbang ragu
Bersama do’aku..

BEF 2



ini logo usulan saya....

101110

Mas, ada yang terlewat dari perbincangan kita kemarin.
Maaf, Mas. Maaf. Tutur kataku yang sering kasar dan menyakiti hatimu. Kemudian yang sering merendahkanmu, mengungkit-ungkit peristiwa-peristiwa yang telah lalu. Mas, ketika aku marah, yang senang kulakukan hanya memendamnya sampai reda sendiri. Dari sifatku itu, ada dua kemungkinan yakni amarahku mereda ataupun makin menumpuk dan sewaktu-waktu meledak seperti bom waktu. Maaf karena aku tidak mampu mengendalikan diriku sendiri. Mungkin sedikit hatimu sekarang sedang terluka karena lidahku yang tajam. Maaf Mas.
Aku nggak akan sekasar itu JIKA saran-saran halusku, kata-kata manisku dulu Mas terima dengan baik, dengan nada baik, dengan sikap yang baik, dengan niat untuk mau berusaha menjalankannya. Toh itu untuk kebaikan Mas. Aku sayang Mas, dan aku juga ingin sesuatu yang terbaik kelak Mas dapatkan dengan jalan yang baik dan usaha yang baik juga.
Mas, tolong hilangkan keliaran Mas sedikit demi sedikit ya. Jangan diulangi lagi. Walau Mas jauh di sana tanpa ada yang mengawasi secara nyata, tapi ada pengawas yang terhebat tapi kasat mata, Mas.
Mas, jangan bikin aku kepikiran ya dengan keliaran-keliaran Mas. Aku yakin kalo Mas mau berubah pasti Mas bisa. Dengan begitu, aku bisa tenang. :-)
Semangat ya Mas.

Mas, keinginanku menutup akun FB bukan hanya karena aku tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan padaku seputar buku tahunan. Masih ingat ketika aku minta Mas untuk menghapusku dari daftar teman Mas di FB? Karena Mas diam dan kupikir aku lagi-lagi dikacangin -- akhirnya kuputuskan aku yang menghilang dulu dari dunia maya. Aku benci kalau-kalau aku masih nyandu buat liat profilmu, baca status2mu, liat albummu. Sesungguhnya memang nggak ada apa-apa! Tapi ketakutanku terlalu besar terhadap suatu kenyataan yang kalau-kalau kudapati di FBmu yang mungkin suatu saat nanti bisa menyakiti hatiku lagi.
Mas, waktu itu hatiku masih panas, seperti gelas yang terisi air panas penuh sampai bibir gelas. Saat gelas itu tersenggol, sudah pasti terjatuh dan pecah. Seperti bara api, ketika tersiram oleh minyak tanah atau bensin, makin besar api itu Mas.
Ya kedua alasan besar itulah yang membuatku makin gila di dunia maya.

Aku sempet nyesel waktu pulang pertama kali pasca kita putus. Kudapati sehelai kertas yang ada tandatanganmu dan tandatanganku. Kamu masih inget waktu tanganmu terluka karena kecelakaan di Gandu????
Kamu masih inget waktu kamu marah besar ke aku karena aku mencantumkan cerpen buat majalah MOS yang menyinggung perasaanmu? Lalu kuganti cerpennya kemudian kucetak di selembar kertas agar kamu membacanya. Masih inget ada halaman kosong dibaliknya??
Masih inget kekhawatiranku kalau kamu kuliah di Semarang?? Bagaimana gadis-gadis di sana mampu memikatmu di saat kamu jauh dariku? AKU KHAWATIR. (Toh, kekhawatiranku itu memang terjadi)
Apa yang kamu lakukan kalau ada gadis yang memelukmu?? Tapi kau bertindak sebaliknya. Justru bukan gadis itu kan Mas??
Apa yang kamu lakukan?? Masih ingat kamu tulis kamu akan kembali kepadaku, mengabaikan gadis itu. Ternyata tidak kan??
Masih ingat bahwa semua yang tertulis itu adalah janji Mas. Sebetulnya bukan janji dengan tujuan untuk menenangkanku saja, tapi janji yang seharusnya kau tepati untuk melindungi dirimu sendiri. Supaya kamu jangan sampai bertindak di luar batas. Umur kita masih muda. Karma masih ada di dunia ini. Bisa terjadi dalam waktu dekat maupun lama.
Karena itulah aku makin muak sama kamu, marah sama kamu. Melarangmu buat menghubungi ponselku lagi. Marah yang membuatku kesetanan Mas.

Maaf. Aku sadar kalau kata-kataku terlalu kasar untukmu. Aku ternyata masih sayang kamu. Dan marahku, benciku karena aku sayang kamu dan sekali lagi ingin kamu mendapatkan segala hal yang terbaik dalam hidupmu.

Mas, yang lalu memang yang lalu. Aku ingin kita sama-sama menutup segala yang kelam di masa lalu. Aku ingin kita sama-sama meniti langkah yang lebih baik untuk masa depan kita. Aku ingin kita sama-sama tetap memberi semangat, saran dan kritik tak lain untuk kebaikan kita.
Sekali lagi maaf....

Bismillahirrohmaanirrohiim....

Jumat, 22 Oktober 2010

221010





kalau saya sedang depresi, saya lebih senang menghilangkannya dengan tidur lelap dalam waktu yang sangat lama. dengan demikian saya hilang sejenak dari dunia ini.

Rabu, 20 Oktober 2010

Selasa, 19 Oktober 2010

B-E-F



Minggu, 26 September 2010

Broken Strings

">




Let me hold you
For the last time
It’s the last chance to feel again
But you broke me
Now I can’t feel anything

When I love you
It’s so untrue
I can’t even convince myself
When I’m speaking
It’s the voice of someone else

Oh it tears me up
I tried to hold but it hurts too much
I tried to forgive but it’s not enough
To make it all okay

You can’t play on broken strings
You can’t feel anything
That your heart don’t want to feel
I can’t tell you something that ain’t real

Oh the truth hurts
A lie is worse
I can’t like it anymore
And I love you a little less than before

Oh what are we doing
We are turning into dust
Playing house in the ruins of us

Running back through the fire
When there’s nothing left to save
It’s like chasing the very last train
When it’s too late

Oh it tears me up
I tried to hold but it hurts too much
I tried to forgive but it’s not enough
To make it all okay

You can’t play our broken strings
You can’t feel anything
That your heart don’t want to feel
I can’t tell you something that ain’t real

Oh the truth hurts
And lies worse
I can’t like it anymore
And I love you a little less than before

But we’re running through the fire
When there’s nothing left to say
It’s like chasing the very last train
When we both know it’s too late

You can’t play our broken strings
You can’t feel anything
That your heart don’t want to feel
I can’t tell you something that ain’t real

Oh the truth hurts
And lies worse
I can’t like it anymore
And I love you a little less than before
Oh and I love you a little less than before

Let me hold you for the last time
It’s the last chance to feel again

260910




BonNote 260910

Andai namaku adalah Aryati.
Bangganya dan harunya dipeluk walau hanya dalam lagu.
Ketika hanya dipuja lewat lagu dan lirik yang sederhana.
Namun, kesederhanaan itulah yang hakikatnya menumbuhkan keindahan.
I LOVE YOU simply.

">

">

">">

Jumat, 17 September 2010






sekali lagi - untuk dunia imajinasi yang sedang kuhidupkan tanpa konsumsi narkoba maupun hisapan rokok





di tengah kegundahanku yang mulai tak terkendali

Kamis, 24 Juni 2010

Sekolah Autis

DI YOGYAKARTA

Lembaga Bimbingan Autisme “ Bina Anggita”

Jl. Gedongkuning Gg. Bima/Irawan No. 42 JG II Banguntapan Bantul Yogyakarta 55198

Ph/Fax : 0274-419786, 0812-2735710 (Sukinah S.Pd)

Hp : 0816-4224170, 0812-2728856 (M. Yasin, S.Pd)

Sanggar Pendidikan Autisma “Dian Amanah”

Jl. Melati Wetan No. 25 Baciro Gondokusuman Yogyakarta, Ph. 0274-563873

JAWA TENGAH

POPPA (Ibu Anita)

Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Autistik

Jl. Mahesa Raya No. 450 A Semarang

Ph. 024-723656, 723641

Yysn Pembina Anak Autis (YPAA) Drs. Naili F.

Jl. Komplek Pertokoan Citarum Blok F No. 6

Semarang. Ph. 024-3550334

AGCA Centre – Semarang

Jl. Jeruk IV/14 Semarang, HP 0812-2914434

AGCA Centre – Solo

Jl. Bhayangkara 39 (no. lama 17) Solo

Ph. 0271-713596

Yayasan Bina Anak Autisme “Torison”

Jl. Sidan – Glondongan Polokarto, Sukoharjo, Solo

Ph. 0271-610514

Wahana Putra- Purwokerto

Jl. Kober Gg. Sukun No. 15 Purwokerto

Ph. 0281-622507

Talitakum – Semarang

Jl. Lampersari No. 32 Semarang

Ph. 024-8315928

Klinik Mutiara Kasih (Dra. Lucy W. Santioso, Psi)

Perum Jati Indah No. 128 Kudus (blkg Lippo Bank)

Ph/Fax. 0291-440966

Semarang Autism School (Ibu Nurini)

Jatisari 4 No. 1 Tembalang Semarang 50275

Rabu, 14 April 2010

Perpisahan - Polling

ayo ayo pada ikutan polling di web OSASI - Osis Esasi
dalam rangka perpisahan angkatan 2010
pilih guru favorit kamu di poll yang tersedia dalam web ini
tinggal sekali klik!!
hasil polling akan diumumkan tanggal 21 April sewaktu perpisahan angkatan 2010
oke!!
Pilih sebanyak-banyaknya!!



OSASI



Jangan lewatkan PERPISAHAN ANGKATAN 2010!!

Selasa, 30 Maret 2010


Tadi pagi sebelum jadwal ujian praktek TIK, tersebutlah aku, Mbah Din sama Mas Kor ngumpul di mushola buat ngecek kelengkapan berkas pengajuan beasiswa buat dikumpulin ke guru pembimbing. E..terjadilah satu kejadian.
"Kor, kamu kan udah keterima PMDK Undip, beasiswa yang ini seharusnya kamu nggak usah ikut aja. Ngabis-ngabisin jatah," kataku.
"Ah, nggak pa-pa. Cuman buat jaga-jaga aja," sahut Mas Kor.
"Eh, kata Bu Sri kemaren. Kayaknya yang bakalan masuk ke beasiswa ini cuman Boni aja deh. Soalnya dia dapet organisasi banyak," sahut Mbah Din. Dalam hati saya mengamini.
"Ih iyo. Aku kan nggak pernah ikut organisasi. Tapi kamu kmaren nggak dapet surat keterangan tidak mampu kan, Bon?" kata Mas Kor lagi.
"Ih...iya. Enggak Mas," sahutku dan sontak membuat Mas Kor girang karena persyaratan satu itu memang menjadi andalannya.
"Yo, nggak pa-pa. Nanti kamu keterima, ntar a-k-u n-y-u-s-u-l." Kata Mas Kor lagi.

dua suku kata terakhir membuat saya terhenyak. Ya, mungkin Mas Kor akan menyusul ke Jakarta untuk masuk STAN. Saling mendoakan yang terbaik ya.. :-)

Senin, 29 Maret 2010

BonNot - 200310

Boni usai UTUL UGM 2010 kemarin malah jadi pengen masuk ke kampus ketika kupandang, dibelakangnya tampak indah megah gunung berapi.

Minggu, 28 Februari 2010

Alasan Chapter 2


“Makasih udah mau ngerti.”
“Aku nggak mau maksa kamu untuk pindah kost. Ditambah lagi.. kamu sekarang bukan orang biasa di kampus kan? Kamu anak BEM. Jaga image, jaga wibawa. Kamu beruntung. Sejak awal aku nggak berniat ikut organisasi semacam itu. Betapa beruntungnya kamu.
Lalu aku harus meneruskan pura-pura ini sampai kira-kira 3 tahun mendatang. Semoga waktu 3 tahun itu waktu yang singkat, Say. Waktu yang singkat untuk berpura-pura aku sendiri dan kamu sendiri. Waktu yang singkat pula untuk menuntut ilmu.”
Perlahan Mas Yudi menggenggam tanganku.
“Maaf..” katanya lirih.
“Kamu nggak perlu minta maaf. Asal aku boleh minta sesuatu.”
“Apa?”
“Ijinkan aku untuk dekat dengan siapa saja. Maksudku, aku mohon jangan cemburu kalau nantinya aku dekat dengan seseorang yang kuanggap mampu sedikit mengobati rinduku padamu. Karena kita tak mungkin jalan bersama, menikmati waktu kita berdua, seperti masa kita SMA dulu, karena keadaan sudah merubahnya. Jangan salahkan aku juga kalau nantinya aku lebih sering bersama orang lain daripada aku harus bersusah payah mengganggumu kalaupun ujung-ujungnya hanya mendapatkan jawabanmu ‘Maaf, Say. Aku nggak bisa meluangkan waktu untukmu.’ Itu jawaban yang tak kuinginkan.”
Kami terdiam. Diantara deru motor dan mobil yang lewat di depan warung bakso. Aku tahu keruwetan lalu lintas di depan mata kami justru makin membuat pikirannya makin kalut. Aku tak bermaksud menyulitkannya. Aku hanya ingin memberikan solusi dimana aku dan Mas Yudi sama-sama mau menerima dan saling tidak merasa rugi.
Hatiku masih berdetak kencang. Aku sendiri tak percaya bisa berkata seperti itu. Mungkin keadaan yang masih belum bisa kuterima setahun terakhir, kudapatkan solusinya sekarang. Secara tiba-tiba. Respon Mas Yudi masih saja diam.
“Iya, Say. Nggak apa-apa. Tapi kita harus sama-sama terbuka ya. Sepahit apapun aku tahu kamu dekat dengan pria siapa, aku harus tahu. Siapapun pria itu, kenalkan padaku. Biarpun pria itu adalah pria yang pernah ada atau sama sekali baru dalam hidupmu. Aku harus tahu. Dan aku harus menerima kenyataan bahwa aku nggak boleh cemburu dengan pria itu. Maksudku..aku harus berterimakasih dengannya karena mau menemani kamu, kekasihku.”
“Iya, mungkin seperti itu,” aku tersenyum simpul. “Oya. Selamat sibuk ya. Selamat meraih cita-citamu untuk jadi ketua BEM. Aku mendukungmu ..... 100%. Nggak usah khawatirkan aku.”
Senyumnya mengisyaratkan rasa bersalah dan terima kasih karena aku memakluminya. Aku sudah puas dengan imbalan yang nantinya kuterima. Aku nggak perlu khawatir kucing-kucingan dekat dengan pria manapun.




Aku baru sadar. Ternyata aku masih punya rasa kesal. Ternyata dendam karena kesepian masih saja ada di hatiku. Bahkan sampai aku sukses mempertahankan pacaran sampai kami menikah. Mas Yudi masih mengendarai mobil dengan terdiam. Rupanya dia marah.
“Say, jangan marah.. aku minta maaf atas sikapku,” aku mengawali pembicaraan.
“Fuuh... maaf. Aku terlalu berlebihan menanggapi itu. Aku Cuma jenuh dengan pekerjaan dan akhirnya menyalahkanmu. Maaf ya. Aku lagi jenuh dan butuh orang di sampingku. Tapi kamu malah ditugaskan ke luar kota.”
“Say, say. Kamu aja jenuh, padahal masih banyak orang di tim kamu yang bisa menggantikan aku di samping kamu kalau kamu ke luar kota terus. Daripada aku! Sepanjang malam sendirian, nggak ada yang menemaniku di saat kamu sibuk ke luar kota,” aku meliriknya.
“Maaf....Maaf, Say. Maaf aku sering ninggalin kamu. Ini karma buatku yang sering banget ninggalin kamu sendiri di kota ini sementara aku seneng-seneng sama temen-temenku.”
“Ah, lupakan, Say. Aku mendadak mual membicarakannya,” aku diam lagi.

Sebentar saja kami sudah sampai di kantorku. Kebetulan sekali kulihat Bosku sedang celingukan, tengok kanan dan kiri mencari sesuatu di depan pintu utama kantor. Melihat mobilku sedang parkir, Bosku terlihat senang dengan mata berbinar-binar bahagia.
“Lihat Bosmu! Ketawa ketiwi nggak jelas,” kata suamiku.
“Ha...aku kan anak kesayangannya,” sahutku santai.
Begitu kami berdua turun dari mobil, wa..bahagianya Bosku melihatku ada di depan matanya.
“NDUKKK!!” teriaknya dari pintu. Beliau menghampiri kami berdua.
Kami bergegas menyusulnya. Menyalami tangan beliau.
“Eh, Nduk. Kamu ini lho! Lama banget. Ngapain saja kamu dengan Yudi?? Kata Ceking, kamu mesra-mesraan dulu di rumah,” cerocos Bosku yang berumur 58 tahun itu.
“Eh, Le. Kamu apakan anakku ini? Lama sekali. Kamu juga sih.. Gawean kok keluar kota melulu. Kapan kamu manjakan istrimu ini?? Kuwalat kan! Sekarang kau akan ditinggal istrimu selama 10 hari!”
“Iya, Pak Lik. Saya kuwalat. Tolong ya Pak Lik supaya istri saya nanti di sana ada yang jaga. Ada yang ngawasin keburu dia nanti di Blora jadi liar karena kembali ke asalnya,” kata Mas Yudi.
“Ah, beres, Le. Kamu tahu!? Di Blora bakalan ada banyak anak buah yang akan menjaga istri kamu. Tenang saja. Kamu nggak usah khawatir. Eh, ngomong-ngomong kita nggak jadi ada briefing sebentar. Karena waktu sudah mepet sekali. Aku nggak mau tim kamu nanti terlambat sampai di Blora, Nduk. Berkas yang seharusnya aku titipkan ke kamu, sekarang ada di tangan Ceking. Nanti biar kamu ambil di Ceking saja ya. Sudah, Nduk, Le. Turunkan barang kalian dan langsung masukkan mobil yang itu saja,” kata Pak Bos menunjuk sebuah mobil di ujung timur kantornya.
Kami berdua langsung tancap balik ke mobil kami untuk memindahkan barang. Dan Bosku kembali masuk kantor untuk memanggil anak buahnya yang lain supaya bersiap-siap untuk berangkat ke Blora. Katanya waktu sudah sedikit untuk membahas rencana kerja. Biar kami cepat sampai di Blora dan dibahas di sana saja.
Sampai genap jumlah anggota tim kami masuk mobil. Dan aku masih terus saja direcoki dengan barang-barang aneh yang nantinya kami bawa, termasuk dengan berkas-berkas yang kuambil dari Ceking alias Toni. Aku terang-terangan mengabaikan Mas Yudi kala itu. Maaf.
Kulihat Mas Yudi berdiri di samping Pak Bos. Mereka sama-sama gendut. Dan mereka pula sama-sama bagian dari keluargaku di kota ini. Ah, Pak Bos. Andai saja kau jadi mengawini tanteku. Benar-benar jadi anggota keluargaku. Kulambaikan tanganku pada mereka.
“I LOVE YOU,” kata Mas Yudi.
“I LOVE YOU TOO,” mungkin sahutanku tak terdengar sampai ke telinganya. Tapi, mudah-mudahan ia tahu. Kami meninggalkan mereka di kota ini.

Panasnya udara. Suntuknya aku karena tak ada obat hati. Kubuka lagi berkas-berkas titipan Pak Bos tadi. Waw..tebalnya... 35 halaman yang berisi rencana kerja selama kurang lebih 10 hari ke depan. Kubaca untuk kupersiapkan briefing di Blora nanti. Karena tebal, kuandalkan kemampuan membaca cepat. Di dalamnya ada tujuan program, alokasi dana dan waktu, bagian paling sensitif semenjak aku ikut organisasi, kemudian ada daftar nama, daftar tempat menginap, daftar tim dari kabupaten cabang perusahaan kami. Gila!
Kuteliti lagi satu persatu secara cepat di dalam mobil. rupanya agak memusingkan juga. Menjelang daftar nama tim dari kabupaten cabang, membuat aku semakin pusing dibuatnya. Terlalu banyak garis-garis membentuk tabel dan nama-nama di dalamnya. Oh..aku ingin istirahat saja. Membaca saat perjalanan memang tidak disarankan karena memang membuat pusing.
Sampai jumpa di Blora nanti. Dan kutunggu sms dari Pak Diyan untuk sebuah alamat tempat kami menginap nanti. Sambil lalu, kutinggal tidur saja.



Bersambung.....

Alasan Chapter 1

Jumat, 26 Februari 2010

Alasan

“Sayang, mau aku bantu ?” kata suamiku menawarkan bantuan.
“Sayang, terima kasih,” jawabku. Ia menghampiriku yang sedang membereskan pakaianku.
Tugas pertamaku hampir dimulai. Semenjak setahun bekerja di peruasahaan benih padi, baru kali ini aku ditugaskan ke luar kota untuk pekan panen di daerah. Padahal aku adalah seorang wanita. Jarang-jarang karyawati ditugaskan ke daerah. Gugup, memang. Tugas bersama tim untuk survey ke daerah sekaligus mempromosikan produk kami ke petani daerah.
“Sayang, kapan pulang?” sekali lagi dia mengharapku ada di sampingnya. Ah, aku terhipnotis lagi dengan tatapan matanya.
“Secepatnya, Say. Kalau tugasku sudah selesai kira-kira 10 hari lagi, aku akan pulang kembali ke pelukanmu,” kusentuh pipinya, “Gantian ya. Kan kamu udah sering ninggalin aku ke luar kota.”
Jujur saja, pekerjaanmu juga sering membuatku jenuh kau tinggalkan sendiri di kota ini. Padahal kita masih muda, dan masih banyak yang bisa kita lakukan berdua di kota ini. Sayangnya pekerjaanmu sebagai surveyor membuatku jadi sering kesepian, suamiku.
Kuingin kau tahu isi hatiku... ringtoneku berbunyi.
“Sayang, aku angkat telepon dulu ya..” kutinggalkan dia sejenak untuk mengangkat handphone di atas meja rias.
“Halo, selamat pagi.”
“Selamat pagi. Betul ini Ibu Andri?”
“Betul sekali, Pak. Maaf saya berbicara dengan siapa?”
“Saya Pak Diyan dari Rontanio cabang Blora. Kemarin saya sudah memesan penginapan untuk tim Ibu sejumlah 8 orang. Betul?”
“Iya, Pak. 2 wanita dan lainnya adalah laki-laki. Nanti bisa saya kirim sms daftar namanya, Pak.”
“Oke, Ibu. Perlu dijemput di mana? Tim kami siap menjemput.”
“Hm.. Nggak usah, Pak. Lebih baik kami langsung ke penginapannya saja. Nanti tolong kirim alamatnya lewat sms saja, Pak. Saya tahu daerah Blora.”
Sesaat 2 detik Bapak itu terdiam. “Anda...orang Blora?”
“Iya. Saya lahir di Blora.
“Baiklah. Nikmati perjalanan panjang Anda, Bu. Saya pamit dulu..”
“Terima kasih , Pak.”
“Sama-sama.” Klik. Kututup telepon itu.


“Mana, Andri?” tanya Bapak Bos meneliti wajah anak buahnya satu persati dalam kantornya.
“Aaa...barangkali mesra-mesraan dulu sama Yudi, Pak,” celetuk seorang ceking, salah satu anak buah yang menjadi anggota tim.
“Ha..ha..ha.. pinter kamu ya. Bilang saja kalau kamu pengen cepet nikah. Aku doakan kamu ketemu jodoh kamu di Blora nanti, Han,” sahut Bos.


“Haduh!!! Sayang, bannya bocor...”
“Itu artinya, kamu nggak diijinkan untuk jauh-jauhan dariku,” mulai deh Abang ngegombal.
“Iya juga sih, Say. Bantuin dong. Kalau aku telat, trus dipecat? Gimana??”
“Kalau kamu dipecat, kan masih ada aku. Kamu terlalu memikirkan pekerjaanmu. Aku nggak tahu. Sebenernya kamu berat di pekerjaan karena profesionalisme, nafkah atau sesuatu yang lain. Untuk nafkah, harusnya kamu tenang karena masih ada aku,” katanya seraya memompa ban mobil kami.
I’m so speechless.
“Ayo, berangkat. Keburu kamu dipecat lalu kamu menyalahkan aku,” katanya.
Kami berangkat ke kantorku yang tak jauh dari rumahku. Dan aku tak bicara sedikitpun.

Sebuah kertas bertuliskan pengumuman tes masuk sedang ada di tanganku. Tanganku gemetar. Ya, sekarang aku diterima di perguruan tinggi yang sama dengan Mas Yudi. Sumpah. Aku tak bisa berkata-kata. Sebentar lagi aku kuliah, sebentar lagi kutinggalkan kamar kesayanganku ini. Sebentar lagi pula aku jauh dari rumah dan keluarga.
Handphoneku berdering tanda sms masuk.

Say, gimana pengumumannya? Kamu lolos kan? [Mas Yudi]

Iya, Sayangku. Aku diterima.

Syukurlah. Selamat ya... [Mas Yudi]

Sepertinya masuk perguruan tinggi ini adalah bencana untukku. Aku jadi takut. Aku pun takut mengambil keputusan. Akankah aku harus masuk perguruan tinggi yang sama? Menjadi orang asing yang nantinya malah semakin diasingkan. Alasan itulah yang nantinya akan kudengar. Alasan itu dan lagi-lagi alasan itu yang akan memisahkan aku dengan Mas Yudi.


Beberapa bulan kemudian
“Say, aku pengen ngobrol sebentar sama kamu. Boleh?” tanya Mas Yudi saat kebetulan aku ada jauh dari kost-ku. Aku sedang belanja kebutuhanku hidup selama sebulan di toko pusat kota.
“Boleh, Say. Tapi aku sekarang lagi belanja. Gimana kalo kamu nyusul aku aja? Di toko tempat pertama kali aku ngajak kamu belanja itu.”
“O...iya. Aku nyusul ya..”
Telepon ditutup. Beberapa saat kemudian Mas Yudi sampai di toko tempatku belanja.
Segera kuselesaikan belanja dan kami pergi ke warung bakso dekat toko. Langsung saja aku menempati tempat dekat dengan jalan. Supaya aku bisa melihat-lihat kendaraan yang lewat.
Usai menghabiskan semangkuk bakso, Mas Yudi mengawali pembicaraan seriusnya.
“Say, aku minta maaf banget.”
“Emangnya kamu salah apa, Sayang?? Aku bingung.”
“Kamu masih inget setahun yang lalu??”
“Ada apa?”
“Say, maaf aku harus ngomong ini lagi. Kamu masih inget kan, sampai saat ini aku masih nge-kost di yayasan. Lalu orang-orang di sana anti sama pacaran. Sedangkan sekarang ditambah kamu sekampus sama aku. Maaf, aku masih takut memproklamirkan hubungan kita. Jadi untuk sementara kita sembunyikan status kita ya..”
Aku menghela nafas. Dugaanku tepat sekali. Akurat malah.
“Um... Sayang, sejak setahun lalu sewaktu kita menjalani hubungan jarak jauh, aku sudah menerima keputusan itu. Demi kamu, aku mau menghapus status kita di facebook. Demi kamu, aku mau nggak ikut campur apapun tentang kamu saat di sini. Ya, memang berat rasanya. Kenapa status yang harusnya orang lain tahu, malah kita sembunyikan. Dan sekarang aku pun juga harus melanjutkan itu.”
“Maaf..”
“Aku ngerti kok, Say. Aku juga nggak mau akhirnya kamu diintimidasi dengan orang-orang di sekitar kamu karena berhubungan denganku. Aku khawatir hal itu akan mempengaruhi belajar kamu di sini. Aku nggak mau akhirnya berbuntut nilai kamu nggak maksimal di sini. Dan semuanya Cuma karena aku. Aku nggak mau, Say.”
“Makasih udah mau ngerti.”
“Aku nggak mau maksa kamu untuk pindah kost. Ditambah lagi.. kamu sekarang bukan orang biasa di kampus kan? Kamu anak BEM. Jaga image, jaga wibawa. Kamu beruntung. Sejak awal aku nggak berniat ikut organisasi semacam itu. Betapa beruntungnya kamu.
Lalu aku harus meneruskan pura-pura ini sampai kira-kira 3 tahun mendatang. Semoga waktu 3 tahun itu waktu yang singkat, Say. Waktu yang singkat untuk berpura-pura aku sendiri dan kamu sendiri. Waktu yang singkat pula untuk menuntut ilmu.”


Bersambung.....

Alasan Chapter 2

Minggu, 21 Februari 2010

12 IPA 2, kelasku.

MicrosoftInternetExplorer4

12

IA. 2

Ra ‘Ilo dalam

Puisi ttg kenangan

Ilmu takkan ada habisnya, kawan

Seperti persahabatan yang abadi oleh waktu

Perjuangan seiya dan sekata untuk cita dan mimpi

Jangan lupakan untuk kebersamaan kita, Say

Dunia ini luas, & sewaktu-waktu kita kan

Bertemu dalam keadaan berbeda

Yakinlah akan masa depan

Yang menjemput

Kita nanti

RA ‘ILO

lihat cerpenku di cerpen.net