Sabtu, 28 Februari 2009

HASIL KUNJUNGAN

PAMERAN MENGENANG 1000 HARI WAFATNYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER

Kunjungan ke pameran ini baru saya laksanakan pada hari Sabtu, 7 Februari 2009. Pameran ini diadakan di rumah peninggalan Pramoedya Ananta Toer di Jalan Sumbawa Jetis, Blora. Dalam kurun waktu 8 hari terhitung sejak tanggal 1 sampai 7 Februari 2009 pameran ini termasuk telah mampu menarik perhatian pengamat dan penikmat sastra utamanya sastra Pram dari berbagai kota besar, sebagai contoh Surabaya dan Jakarta.

Rentetan acara yang sering ditampilkan pada event ini adalah pembacaan karya-karya seniman muda dan pertunjukkan musik sederhana dari seniman utamanya dari Komunitas Pasang Surut. Kebanyakan dari anggota komunitas yang sering berpakaian hitam, sederhana ini menampilkan karya lagu ciptaan merek yang kritis, cerdas dan hidup. Terbukti sejak saya masuk sampai pulang, panggung masih saja penuh oleh pengunjung yang menikmati musik sederhana dari gendang-geendang beraneka ukuran dan jenis.

Mengenai karya-karya seni rupa yang ditampilkan antara lain seni cetak, lukis, dan fotografi. Karya-karya yang sempat menarik perhatian saya yaitu

Seni Rupa

1. Judul Karya : Merahnya Pram

Nama : Romo Didik

Ukuran : 68 x 90 cm

Bahan : Sketsa Kain Spidol Krayon

2. Judul Karya : Pram Dalam Daur Ulang Sampah

Nama : Anita S.-SMP Bhakti Kedung Tuban

Ukuran : 22 x 28 cm

Bahan : Kardus, Plastik

3. Judul Karya : Pram in Memoriam

Nama : Koko’

Ukuran : 50 x 50 cm

Bahan : Pasta karet, Kanvas, cetak

Seni Fotografi

1. Judul Karya : Menerawang

Nama : -

Bahan : Digital Print

Ukuran : 50 x 40 cm

2. Judul Karya : Merenung

Nama : -

Bahan : Digital Print

Ukuran : 50 x 40 cm

Sedikit deskripsi mengenai karya-karya di atas. Yang pertama adalah Merahnya Pram milik Romo Didik. Lukisan ini memuat wajah Pram yang tersenyum lepas. Wajah tuanya digambarkan lewat coretan spidol dan krayon warna campuran putih dan hitam pada kain warna merah agak tua. Wajah Pram lebih menjorok ke arah kanan atas sedangkan bagian bawah agak ke kiri terdapat kutipan tulisan Pram yakni Angkatan muda harus punya keberanian. Kalau tidak punya sama saja dengan ternak yang hanya sibuk mengurus dirinya sendiri. Tulisan ini semakin hidup tatkala Romo Didik menulisnya lewat spidol hitam.

Yang kedua adalah Pram dalam Daur Ulang Sampah milik Anita S. Sebenarnya ada lebih dari lima karya yang berkonsep sama seperti karya milik Anita ini namun saya ambil satu sebagai sampelnya. Siswa-siswi Kedung Tuban membuat karya dengan melapisi kardus sebesar 22 x 28 cm dengan plastik hitam. Kemudian kertas yang mewakili sketsa wajah Pramudya yang bisa didapatkan di poster-poster maupun pamflet dapat dipotong sesuai garis wajah kemudian ditempelkan ke atas plastik tersebut. Tergolong simpel namun saya acungi jempol karena mereka mampu memanfaatkan limbah termasuk pamflet yang bisa jadi akan dibuang setelah dibaca.

Yang ketiga adalah Pram in Memoriam karya Koko’. Karya ini menarik mata saya untuk mengamati lebih dalam. Ternyata karya ini lebih mirip seperti sablon karet yang banyak terdapat di kaos-kaos. Karena cetakannya berupa karet di atas kanvas. Koko’ mengambil background dasar hitam. Kemudian ditambah dengan sketsa wajah Pram dengan tulisan yang digambarkan 1926-2006, menandai lahir dan wafatnya Pram. Tulisan ini digambarkan di atas gambar selembar kain banner di bawah wajah Pram. Sedangkan untuk gambar dan banner tersebut dipilih warna putih yang kontras dengan background-nya. Karya ini simpel dan menarik perhatian.

Sebenarnya dari kesekina karya seni rupa dan lukis yang paling menjadi minat saya adalah karya fotografi. Saya lebih cenderung menyukai fotografi. Dan karya ini yang membuat saya lebih tertarik.

Antara karya Merenung dan Menerawang sebenarnya sama. Sentuhan gelap dan efek saturasi hijau membuatnya terlihat berbeda dari foto-foto lainnya. Maksud saya wajah Pram dalam foto ini terkesan samar-samar atau bahasa yang terkini adalah sedikit blur. Kemudian warna kulitnya tidak lagi warna cokelat atau kuning kulit melainkan agak samar-samar hijau. Keduanya memiliki karakter yang sama.

Yang kedua yang membuat foto ini berbeda adalah pada karya Merenung menampilkan foto Pram yang memang sedang merenung. Dengan karakter warna dan pencahayaan sama, agak blur, remang-remang. Namun pada karya Merenung terdapat efek yang baru-baru ini cukup in, yakni efek Lomo. Yakni efek pada sebuah kamera yang sejarahnya merupakan kamera cacat karena setiap memotret selalu ada efek gelap samar-samar pada pinggir foto. Sedangkan warna yang dihasilkan di dalamnya mengandung efek kadang-kadang warna tajam, kadang semi cokelat, kadang agak samar-samar, dan lain sebagainya. Namun efek ini baru-baru ini sedang diminati banyak remaja muda di Indonesia utamanya pecinta fotografi. Efek ini terasa pada karya Merenung yang saya lihat. Karena itu saya tertarik.

Entah foto ini asli memang seperti ini atau di-edit dengan sebuah program komputer sehingga menghasilkan efek demikian.

Sayangnya saya tidak dapat mengabadikannya dalam sebuah data dikarenakan keterbatasan saya. Saya tidak memiliki kamera maupun ponsel yang difasilitasi dengan kamera. Namun saya cukup senang dapat merekamnya lewat memori otak saya. Cukup banyak hal yang saya temukan di pameran yang tergolong jarang diadakan di Blora. Dari karya-karya yang penuh arti, pertunjukan seni yang mengagumkan sampai komunitas punk Pasang Surut.

Semoga lain kali ada pameran-pameran karya seperti ini bahkan yang saya tunggu-tunggu adalah pameran fotografi ada di Blora.

Sekian cerita hasil kunjungan saya ke Pameran 1000 Wajah Pram dalam karya seni. Bila ada kata-kata yang kurang berkenan, mohon dimaafkan. Terima kasih.

0 komentar:

lihat cerpenku di cerpen.net