Sabtu, 28 Februari 2009


Ketika aku keluar dari pagar, ada seorang punk yang sengaja melepas sepatunya. Ia letakkan tepat di depannya. Lalu dari mulutnya itu dikeluarkannya entah kertas, entah permen karet, yang jelas elastis dan diulurnya mulai dari sepatu itu. Sedikit demi sedikit, ditempelkannya barang aneh itu ke tanah. Lama-lama hingga setidaknya 1 meter barang itu habis. Seketika orang-orang di sampingnya, orang-orang sesama punk menyalaminya, memberi tepukan yang meriah. OK! Hanya mereka.

Kamera-kamera punk menjadi saksi keberhasilan komunitas dengan logo lingkaran dan huruf kapital A di dalamnya. Tapi dalam hati kuakui itulah seni. Itulah kebanggaan mereka. Dan tak kupungkiri jika mereka juga punya cara hidup sendiri. Dengan penampilan seadanya, entah mandi atau tidak. Dengan barang-barang bawaannya entah itu kamera DSLR, sepatu kets, tas butut dan sederhana. Itulah mereka. Gaya hidup mereka. Aku mengakui keberadaan mereka.

Di depan pagar ada sebuah panggung kecil yang sederhana. Ada banyak orang menonton pertunjukan yang lagi-lagi dipersembahkan oleh komunitas itu. Berbekal semacam gendang kecil, alat-alat pukul perkusi lainnya. Mereka menyanyikan lagu-lagu ciptaan mereka. Diantaranya memuji Pram, sebuah kritik mengenai hidup, pemerintah, ungkapan hati mereka yang jelas beda dari orang-orang pada umumnya. Ternyata banyak orang menyaksikan walau penampilan secara mode mereka jauh dari norma kebanyakan orang.

Itulah apa yang kutemukan usai menikmati peninggalan Pram, karya-karyanya, karya apresiasi orang terhadap Pram. Hingga kutemui... Yang jadi pertanyaan adalah

1. Siapa komunitas itu?

2. Kenapa mereka dapat tinggal di salah satu ruangan sebelah rumah Pram?

3. Kenapa mereka diijinkan bebas melakukan apa saja di sana?

4. Kenapa mereka tak jadi bahan omongan orang-orang dalam yang kupikir adalah generasi Pram?

5. Siapa mereka yang berani keluar masuk area rumah Pram?

6. Ada gadis kucel yang keluar masuk membawakan makanan untuk orang-orang sepertinya dan untuk orang-orang tua normal lainnya? Kenapa tak ada yang memandang sebelah mata?

7. Kenapa?

8. Siapa?

9. Ada apa?

10. Kenapa aku begitu mengakui keberadaannya dan memandang mereka begitu lebih daripadaku?


0 komentar:

lihat cerpenku di cerpen.net